MENU

Rabu, 31 Oktober 2012

Ketika Anak Menyakiti Binatang



Anak memeluk kucingnya terlalu kencang? Bisa jadi ini merupakan ekspresi senang yang tak terkendali. Tapi, ada juga yang patut di waspadai, pahami lebih dalam.

Anak yang senang menyakiti binatang dibagi atas 2 kategori usia. Yakni, usia di bawah 5 tahun, dan usia sekolah dasar. Jika perbuatan menyakiti binatang dilakukan anak usia preschool (2 – 3 tahun) umumnya mereka bukan menyakiti binatang. Menurut tahap tumbuh kembangnya, perilaku ini hanya bagian dari agresifitas atau ekspresi gemas terhadap hewan. Misalnya, ketika seorang anak melihat kelinci atau anak anjing, mereka mengekspresikan rasa suka dan gemasnya dengan memeluk hewan itu terlalu kencang. Agresifitas ini dilakukan karena mereka belum memiliki kemampuan berpikir yang memadai dan rasa empatinya terbatas sehingga ekspresi gemasnya menjadi tak terkendali. Ketika anak merasa gemas dengan hewan, ia merasa perlu memperlakukan hewan itu dengan cara tertentu, tapi ia tidak sadar kalau caranya bisa berdampak melukai hewan.
Selain itu, energi anak ternyata besar dan kuat, tapi kemampuan mengendalikannya yang terbatas. Penyebabnya karena kemampuan berpikirnya yang belum memadai tadi. Jadi menyesuaikan antara gemas dan kekuatan fisiknya masih kurang. Pelukan terlalu kencang itulah yang kemudian terkesan menyakiti hewan, padahal tidak.
Lantas apa yang harus dilakukan orang tua ketika melihat anaknya di usia ini melakukan kekerasan pada hewan? Lakukanlah hal berikut ini:
§ On the spot : Orang tua memberi peringatan dan mengajak anak secara langsung ketika ia salah memegang hewan. Misalnya, “Eh, nggak begitu caranya. Nanti anjingnya kesakitan,”
§ Sentuhan sayang : Katakan kepada anak bahwa hewan juga makhluk hidup yang juga harus dijaga dan disayang. Ajarkan kepada anak bagaimana caranya menyayangi binatang secara fisik. Contohnya, ambil tangan anak dan ajak ia menyentuh binatang dengan cara menyentuh atau memberi usapan sayang.
§ Pilih kosa kata : Jangan pernah katakan pada anak, “Kelincinya jangan dicekik.” Di usia sedini ini anak belum mengerti apa itu arti kata “cekik”. Jadi perhatikan unsur kata yang akan Anda sampaikan kepada anak.
§ Konseksuensi : Bantu anak membangun perasaan tentang apa itu rasa sakit, juga ajarkan konsekuensi apa yang akan terjadi jika ia menyakiti binatang. “Nanti kalau binatangnya kesakitan dia bisa mati.”

Yang perlu diingat oleh orang tua adalah fase ini merupakan fase pertama anak belajar, bagaimana memperlakukan dan bertanggung jawab terhadap binatang. Di kemudian hari, hal ini bisa membantunya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.

Manifestasi Balas Dendam
Fase berikutnya berkembang pada anak di usia yang lebih dewasa lagi, yakni di usia sekolah dasar. Di usia ini, alasan anak suka menyakiti binatang biasanya lebih kompleks. Yaitu karena temperamental yang agresif. Memang, ada beberapa anak yang memiliki temperamen “sulit” atau keras sejak awal, sehingga suka sukar ditangani. Artinya, agresifitasnya merupakan bawaan sejak lahir. Sifat agresif ini juga berbeda pengaplikasiannya antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Pada umumnya, agresivitas anak lelaki lebih bersifat fisik, sedangkan anak perempuan lebih ke verbal. Jika bukan karena faktor bawaan,  dorongan agresif bisa di sebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
§ Tinggal dalam lingkungan yang keras : Bapak Ibunya tidak hanya kasar terhadap anak tapi juga pada hewan.
§ Korban agresifitas: Anak menyakiti hewan karena manifestasi dari dorongan agresi dari pihak lain (anak korban agresivitas). Misalnya, anak menjadi korban bully di sekolah. Disaat anak tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan, membalas, menyalurkan agresifitasnya secara spontan, ia akan menyalurkan amarah atau kekecewaannya pada hierarki dominasi (objek yang lebih rendah). Contohnya: orangtua ke anak, anak ke adiknya, atau hewan.
§ Terpapar kekerasan fisik : Hal ini bisa dilihat dari film atau lingkungan sekitar. Anak mungkin tidak serta merta meniru kekerasan yang ia lihat, tapi jika terlalu sering disaksikannya, ini akan mengubah pola skemanya tentang pemecahan masalah juga perilakunya kepada orang lain atau dan hewan.

Anger Management
Tentunya orang tua manapun tidak menginginkan perilaku semacam ini terjadi pada anaknya. Anda bisa membantu buah hati dari dini untuk mengatasi dengan cara berikut ini:
§ Bantu mereka memahami apa yang membuat mereka berlaku agresif pada hewan. “Mengapa kamu melakukan itu?” Biasanya, pada perspektif ini mereka pasti mengatakan kalau hewannya yang bersalah.
§ Ajarkan anak kalau ada banyak cara melampiaskan kemarahan (anger management) dengan cara yang sederhana misalnya, ”Nak, kalau kamu marah, katakan saja kamu marah.”
§ Ajarkan anak menyampaikan pesan kemarahannya dengan cara “I message”.
§ I Message selalu dimulai dengan kata I (Saya atau aku). Seperti, “Aku nggak suka sama kamu Bruno (nama anjing peliharaan), karena kamu sudah gigit sendal aku!” Atau, “Kamu jangan tidur ditempat tidurku, nanti kotor. Aku nggak suka kalau tempat tidurku kotor.”
§ Ajarkan anak kalau objek-objek yang lebih rendah darinya bukanlah tempat pelampiasan.
§ Pahami apa masalah anak yang sesungguhnya. Ketika anak cenderung marah, pasti dikarenakan ia sekarang sedang didalam kondisi masalah yang tak terpecahkan. Bantu anak mengatasi masalahnya, karena beberapa anak tak tahu cara deal dengan problem mereka atau teknik-teknik pemecahan masalah yang tepat.

Kapan Harus Terapi?
Yang paling penting dalam kasus agresifitas anak kemampuannya dalam mengelola kemarahan, mengendalikan atau mengontrol kemarahan, dan mengekspresikan kemarahan. Jika control terhadap hewan saja tidak bisa diatasi, bukan tidak mungkin anak juga akan mudah lepas kontrol dan suka menyakiti orang disekitarnya.
Ada pengeneralisasian bagi anak. Hati-hati, anak yang agresifitasnya tinggi seperti itu bisa mengarah pada “conduct disorder” atau masuk dalam kategori gangguan perilaku yang mengarah pada kenakalan anak. Namun sebelum anak-anak seperti ini dibawa keterapi, lihat dulu seberapa besar resiko pengembangan potensi agresifitas tadi. Caranya dengan meilhat beberapa hal berikut ini:
§ Perhatikan temperamentalnya : Anak yang bertemperamen tinggi sejak lahir akan lebih sulit diprediksi dan sulit dikendalikan.
§ Kecerdasan anak : Ada beberapa anak yang kecerdasannya memang tidak memadai untuk diajarkan tentang nilai moral.
§ Kurang kasih sayang orang tua: Orang tua tidak dekat dengan anak dan tidak ada pola komunikasi yang terbuka antara orang tua – anak, dan anak jadi korban bully di sekolah

Jika 3 hal ini ada pada anak Anda, disarankan untuk langsung saja membawanya ke psikolog anak
 Dampingi Saat Menonton Teve
Anak yang suka menyiksa binatang tidak ada hubungannya dengan apa yang disaksikannya di televisi. Selama setiap kali anak menonton televise, ada supervisor yang membimbing  dan mengarahkan anak, anak boleh melihat tayangan kekerasan.
Ketika bersama-sama menonton teve terutama untuk tayangan kekerasan, orang tua wajib menerangkan kepada anak dengan cara, “Perilaku itu jangan kamu contoh ya. Itu tidak baik.” Atau, “Kalau di film, penjahat mungkin bisa bebas, tapi kalau di dunia nyata yang jahat itu pasti ditangkap polisi, diadili, terus dipenjarakan.” Atau, “Di film, hewan itu tidak benar-benar mati. Tapi jika kamu melakukan kekerasan terhadap hewan dalam kehidupan nyata, hewan itu bisa saja mati.”
Tambah pula wawasan anak dengan mengatakan sejauh mana kebenaran film dan realita kehidupan secara kongkret agar ia bisa menghayati nilai-nilai moral yang positif yang sesungguhnya. Jika tidak melalui orang tua, dari mana anak bisa memiliki pengalaman tentang empati, pemecahaan masalah, dan agresifitas yang tepat?

Sumber : Majalah Wanita Nova

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...